Add to Collections
Rating
Review at:

5 Alasan Semua Atlet Esport Pensiun Di Usia 20-an

Karir atlet esports ternyata pendek, 5 alasan ini menjadi penyebab utamanya

Kita yang tidak bekerja sebagai atlet esports mungkin heran kok bisa umur karir para pemain game profesional ini sangat pendek.

Mungkin sebagian dari kita terlalu "menormalisasi bermain games sebagai hal yang mudah, tidak seberat atlet olahraga yang penuh kontak fisik, dan mengira pekerjaan sebagai pro gamers bisa berumur panjang".

Sayangnya, fakta di lapangan berkebalikan dengan anggapan tersebut. Semua atlet esports, suka tidak suka, dipaksa pensiun di usia muda, yaitu usia 20-an.

Kenapa hal ini bisa terjadi? Kondisi mendesak apa yang memaksa semua pro gamers terpaksa pensiun dari pekerjaan impiannya? Temukan alasannya di pembahasan poin selanjutnya.

Kenapa Semua Atlet / Pro Gamer Pensiun Di Usia Muda Menjadi Hal Normal di Industri Esports? Ini Faktanya!

Kenapa umur karir atlet esports tidak panjang? Pertanyaan ini pastinya berhasil membuat kita bingung, kenapa industri esports tidak memberikan prospek karir jangka panjang untuk para pekerjanya.

Saya dan teman-teman saya setiap kali datang ke event esports selalu punya ekspektasi untuk menonton atlet favorit kita, tapi saya pun bingung kenapa atlet tersebut pensiun satu persatu.

Setelah mengumpulkan banyak data pustaka lewat membaca artikel dari banyak sumber media game nasional dan internasional, saya menemukan 5 fakta berikut ini:

1. Masalah Kesehatan & Cedera Serius

Untuk menjadi atlet esports yang berprestasi, mereka harus mendedikasikan waktunya untuk melatih skill bermain gamenya dan memenangkan turnamen besar di ajang esports.

Sehingga tidak heran, jadwal latihan mereka, dari bangun tidur, dilanjut dengan belasan jam latihan perhari dan intensif selama 6 hari perminggu bisa membuat para atlet kelelahan secara fisik & mental.

Sebagai contohnya, salah satu atlet Esports di cabang game League of Legends (LoL) bernama Jian Zi-Hao, atau sering dipanggil dengan nama nickname "Uzi" mengalami cedera pada tangannya, di usianya yang masih 23 tahun, dokter mendiagnosa saraf tangannya mirip dengan orang berusia 40-50 tahun karena dampak aktifitas intens berkarir di dunia esports.

Alhasil, ia harus menjalani terapi dan pengobatan untuk memulihkan kondisi fisiknya. Misalnya saja latihan movement patterns agar otot, saraf, organ tangan dan kakinya bisa melakukan gerakan normal yang umumnya bisa dilakukan manusia biasa. Kebanyakan atlet esports akan mengalami carpal tunnel syndrome saat berkarir di industri ini.

2. Masalah Kesehatan Mental Para Atlet Esports

Kesadaran masyarakat kita soal kesehatan mental sudah makin bertumbuh dan tentunya ini hal baik. Menyoal pembahasan mental health, aspek ini pun jadi pertimbangan kenapa atlet esports memutuskan pensiun dini.

Bahkan isu mental health ini pernah menjadi tragedi terbesar yang dialami atlet esports di Korea karena adanya skandal yang dilakukan manager tim esports yang merugikan pemainnya.

Dan kasus ini baru terbongkar setelah salah satu pemain esports league of legend terkenal dengan nickname K Promise melakukan bunuh diri karena sudah tidak tahan dengan ulah manajernya yang berbuat curang.

Ini dia list Kecurangan yang dilakukan manajer di tim esports tempat K Promise bekerja; tidak membayar gaji atlet, menggunakan uang prize pool hasil menang lomba untuk berjudi, hingga berkomplot dengan pihak lain untuk melakukan "match-fixing" yang memaksa para atlet dibawah naungannya untuk sengaja kalah.

Sebelum lompat dari gedung lantai 12, K Promise menuliskan catatan ini di akun sosial medianya via Kakao Talk & Facebook nya yang bisa dijadikan barang bukti untuk membongkar skandal betapa bobroknya top-holder management tim esport nya:

Setelah lompat dari gedung lantai 12, ia baru ditemukan oleh warga dalam keadaan kritis sekitar recycle area seperti ini:

Dan beruntungnya, meski ditemukan dalam keadaan kritis, Nyawa Promise masih bisa terselamatkan. Setelah insiden ini, warga korea pun mendesak agar kasus skandal ini di investigasi dan Korean e-Sports Association serta Riot Games selaku pengembang LoL pun turun tangan dalam menangani masalah ini untuk membantu promise pulih kembali. Dan sang manajer pun dituntut melalui jalur hukum.

Para pendukung promise pun memberikan dukungannya dalam bentuk penggalangan melalui platform digital demi kesembuhannya.

Kasus skandal ini pun selesai dan berkat dukungan semua pihak promise bisa pulih kembali.

Namun tragedi ini begitu membekas dalam ingatan benak orang bahwa esports memiliki sisi "dark-side" nya sendiri yang mesti diatasi agar kesehatan mental para atlet bisa terjaga dengan baik.

3. Masalah Finansial yang Dialami Atlet Esports

Realistis sajalah, apapun pekerjannya, kita membutuhkan uang agar bisa memenuhi kebutuhan harian, tidak terkecuali atlet esports.

Bagi pemain top di tier satu apalagi yang sering menang turnamen besar, selain gaji, hadiah prize pool yang besar / bonus pun bisa pensiun jika tim esports nya menyelewengkan dana seperti pembahasan kasus pada poin ke-2 sebelumnya.

Bagaimana dengan nasib pemain esport di tier dua dan dibawahnya; tier tiga? Well, bisa dibilang pendapatan mereka sangat kecil dibanding top 1% pemain bintang di industri esports.

Ketidakpastian finansial inilah yang membuat banyak atlet esport mundur dan pensiun di usia yang masih sangat muda, yaitu usia 22 - 26 tahun.

4. Game Esports Yang Sering Berubah Tren

Salah satu polemik umum ketika menjadi atlet esports adalah harus menghadapi kenyataan bahwa game yang populer di industri esports ada yang umurnya tidak panjang dan mau tak mau harus beralih ke game esports baru dan latihan dari awal lagi.

Katakanlah jika setiap 5 tahun sekali ada game baru yang menggantikan games esports populer sebelumnya, maka atlet esports harus membuang semua hasil latihan, strategi, mekanik, dan dedikasi waktunya pada game lama yang sudah ditinggalkan.

Dari sini, sebagian atlet esports bisa saja mundur karena tidak ada jaminan bisa perform bagus di game baru karena sudah terbiasa dengan game populer sebelumnya.

Dampak dari perubahan game esports pun bisa membuat nilai uuang prizepool turnamen game lama berkurang drastis, pada akhirnya para atlet ini harus realistis migrasi ke game baru yang hadiah uangnya lebih besar tapi mesti siap juga menerima konsekuensi baru untuk belajar dari awal terkait mekanik game nya.

5. Mengorbankan Kehidupan Personal Atlet Esports

Sebagai atlet esports profesional, waktu mereka habis hanya untuk scrim atau latihan dari pagi hingga malam selama seminggu penuh.

Kurangnya waktu personal ini bisa sangat menyiksa psikis para atlet yang ingin sesekali rehat dari padatnya menu jadwal latihan, kompetisi, dll.

Kesimpulan

Saya pikir, semua pekerjaan ada sisi plus dan minus nya masing-masing. Jika kamu anak muda berusia dibawah 20 tahun punya impian menjadi atlet esports, mengetahui semua fakta di artikel ini bisa sangat membantu perjalanan karirmu sebagai pemain game profesional di industri esports.



Referensi Pustaka & Dokumentasi

List Referensi :
  • Channel Youtube The Lazy Esports: https://www.youtube.com/watch?v=jOz3O4cWeyA&list=PLr5EzS7HPWJK3Wl1wyy-OZP3SPBI09F3Q&index=1
  • Channel Youtube The Lazy Esports: https://www.youtube.com/watch?v=yDYWOFgighU&list=PLr5EzS7HPWJK3Wl1wyy-OZP3SPBI09F3Q&index=3
  • Website: https://esportslane.com/esports-gamer-career-length/
  • Website: https://www.washingtonpost.com/video-games/esports/2022/04/19/esports-age-retirement/
  • Website: https://kincir.com/game/pc-game/league-of-legends-uzi-terpaksa-pensiun-dini-karena-isu-kesehatan-suysjlidm9rx/